Bermula saat pelajaran olah raga, lari keliling
melewati sebuah taman kota di dekat SMP-nya di Bandung, Amilia Agustin
yang melewati sebuah tempat pembuangan sampah merasa terpanggil untuk
berbuat sesuatu.
Saat itu, Ami melihat ada plang bertuliskan “mulailah memilah sampah dari diri masing-masing”.
Maka, ia pun berinisiatif untuk memulai dari
skup sekolahnya sendiri. Lalu, ia mengajak teman-teman yang seide
dengannya, dan 10 orang di antaranya menyatakan sepakat untuk segera
memulai dengan memisahkan sampah-sampah bungkus plastik jajanan di
sekolahnya, lalu meluas ke tempat pembuangan sampah di dekat sekolahnya.
Sepulang sekolah, ia dan teman-temannya mulai
menjalankan aktifitasnya “memisahkan sampah” berdasarkan klasifikasinya
masing-masing, organik dan non organik. Di saat teman-teman lain
mungkin sedang sibuk bermain, sisanya sedang terlelap menikmati tidur
siangnya.
Sampah plastik yang masih dapat didaur ulang
ditempatkan sendiri. Bungkus/kemasan indomie/coffeemilk, permen
ditempatkan terpisah, dan sampah rumah tangga dikumpulkan kemudian
dioleh menjadi kompos.
Tidak semudah yang dikatakan tentunya. Ejekan dan
ledekan teman berhasil diabaikan. Dan beruntung, Bu Ami, guru biologinya
mendukung dengan dasar keilmuan yang beliau miliki dalam hal pengolahan
sampah.
Sampai satu kesempatan Ami mengajak
kesepuluh teman serta Ibu Guru Ani bikin tim pembersih sampah yang
diberi nama “Go to Zero Waste School”.
Semenjak itu, berbagai kegiatan dilakukan secara
perlahan dan terus menerus. Dari mulai pengolahan sampah organik menjadi
pupuk, pengumpulan kemasan makanan dan diberikan kepada ibu-ibu di
lingkungannya untuk dijadikan kreasi tas, dsb.
Paralel dengan itu, edukasi kepada
anak-anak usia SD tentang sampah dilakukan dengan kreatif melalui
buku-buku cerita dari bahan daur ulang, dan penciptaan boneka-boneka/
wayang sebagai tokoh cerita. Ia menyimpulkan, anak-anak usia SD adalah
usia paling tepat untuk mulai ditebarkan virus pembelajaran, edukasi
seputar sampah.
Sebuah langkah kreatif yang akhirnya mengundang perhatian khalayak luas.
Dari seorang siswa yang tak
mempunyai kemampuan berbicara yang cukup menjelma menjadi seorang siswa
yang terlihat cerdas, lancar dan fasih berbicara di depan umum, semua
karena dorongan dan semangat yang sangat tinggi dalam hal pengelolaan
sampah.
Di forum Kick Andy edisi Sabtu, tanggal 7 Juli
2012, Ami tampil sangat mengagumkan dengan kedewasaan cara berfikir yang
mungkin melebihi sebagian besar kita.
Menjadi salah satu pemenang SATU
Indonesia Award 2010 dan berbagai forum penghargaan lainnya adalah efek
samping dari sumbangsihnya sebagai remaja yang memilih menemukan jati
dirinya sebagai ratu sampah, pahlawan sampah.
Efek samping lain adalah, ia telah diberi penawaran
beasiswa dari berbagai negara ( Singapore, Australia dan Amerika )
serta dari negeri sendiri, PT. Astra International. Sebuah apresiasi
dari dunia yang sudah selayaknya diberikan pada generasi yang luar biasa
itu.
Satu ungkapan menarik dan patut menjadi slogan yang
wajib disebarluaskan, yang diambilnya dari sebuah slide show yang
ditularkannya kembali di forum Kick Andy adalah “Jika kita bukan orang sembarangan, jangan membuang sampah sembarangan!”
Ini tentu menarik, jika sampah sudah dikaitkan
dengan harga diri seseorang. Benar adanya, jika kita menilai diri kita
berharga, maka bertindaklah lebih bijaksana dalam membuang sampah. Tidak
hanya tidak membuang sampah sembarangan, tapi juga sebisa mungkin
memulai dari diri sendiri dan keluarga masing-masing.
Mari kita pisahkan sampah-sampah tersebut sesuai
dengan klasifikasinya. Agar jika kita belum bisa menyalurkan ke para
pengrajin yang mampu membuat tas bagus, setidaknya, Bapak/Ibu pemulung
akan mudah untuk memungutnya tanpa mengacak-acak tong/kotak sampah kita.
Saat ini, Jakarta Osoji Club mengumpulkan bungkus/kemasan
coffee milk, indomie dsb dan kami simpan dalam sebuah karung / kantong plastik bersama teman-teman dari Japan di Gelora Bung Karno, Senayan. kegiatan ini rutin kami laksanakan setiap 2-3x dalam sebulan setiap hari Minggu. Jika ada teman-teman yang ingin bergabung, kami sahabat-sahabat Jakarta Osoji Club dengan tangan terbuka menerima bantuan sukarela dari teman-teman. Teman-teman dari Japan saja mau lho untuk ikut membersihkan kota Jakarta ^ ^
Ami, adalah sosok generasi muda yang patut menjadi
teladan bagi kita dan generasi berikutnya. Ia telah mempunyai visi jauh ke
depan tentang penyelamatan bumi. Sebuah kewajiban yang yang sering
dilanggar oleh kita sendiri, sebagai penghuni dan yang telah ditunjuk
sebagai khalifah di bumi ini.
Dalam penutup tulisan ini, satu ungkapan Ibu Tri Mumpuni, yang adalah salah satu tokoh idola Ami yaitu ”Ibu-ibu
yang membeli tas hingga jutaan rupiah, mereka sebenarnya telah
melakukan dosa sosial tanpa disadari. Karena masih banyak orang-orang
yang hidup dalam kemiskinan dan menderita kelaparan di penjuru negeri”.
Astaghfirullah…..setuju atau tidak setuju, benar atau salah, hanya hati kita masing-masing yang dapat menjawabnya.
Setidaknya, sebait kalimat itu akan
terngiang-ngiang di dalam setiap telinga kita, sebagai kontrol yang
ampuh untuk menumbuhkan empati kepada mereka yang masih berjuang untuk
sesuap nasi.
Lalu kemudian tergerak untuk segera
memulai, menjadi agen-agen perubahan di bumi ini, dari hal sekecil
apapun, dan dari sekarang juga.
Salam,
JOC ^ ^
sangat mennspirasi sekali.
BalasHapussemoga semakin bnyk orang yang seperti ini, jadikan ejekn dari mereka sebagai semangat untuk membuktikan kepada mereka bahwa apa yang kita lakukan adalah tidak sia-sia.
salam JOC